PULANG
Kita pernah berjalan berdampingan,
Memungut serpihan harapan di jalanan yang retak,
Berpegangan tangan dalam dinginnya hujan,
Seolah Dunia hanya butuh kita untuk terus bertahan
Tapi lambat laun, kita mulai saling melukai,
tanpa sengaja, tanpa sadar, seperti rumah yang perlahan lapuk meski terus berdiri,
namun tiangnya patah.
Aku masih menoleh ke belakang, melihat tumpukan kata yang tidak sempat terucap,
Janji-janji yang menggantung di langit-langit, dan dinding kenangan yang mulai rapuh.
Kita terus mencoba memperbaiki, dengan benang yang sudah terlalu usang
dengan jarum yang sudah kehilangan tajamnya, namun keretakan itu tidak lagi bisa disulam.
Ada cinta, ya, masih sangat ada, bahkan penuh, tapi cinta pun bisa kelelahan
ketika satu persatu makna hilang, dan kita tetap berpura-pura memahami
Hari ini, aku tidak lagi menahanmu, tidak juga memintamu menetap
sebab aku tau,
Kita sudah terlalu berantakan untuk dirapikan kembali
Maka, selamat berpisah, dengan segala kenangan yang tidak perlu disesali,
dengan luka yang akan sembuh pada waktunya,
dengan cinta yang memilih melepaskan,
bukan memaksa bertahan.
Semoga di ujung jalan lain, kau menemukan rumah baru,
yang tak perlu lagi ka betulkan,
karena ia akan kokoh mencintaimu, sebagaimana seharusnya.
Dan aku?
Akan tetap mengenangmu dan mencintaimu sebagai bagian dari cerita, bukan sebagai luka
Melainkan sebagai pelajaran tentang melepaskan dengan ikhlas.
Komentar
Posting Komentar